Menyorot Visi MICE Presiden Yudhoyono
Oleh Pusat Analisis Informasi Pariwisata
BAGI para stakeholder industri Meeting, Incentive, Conference, Exhibition (MICE), Jumat (17/12), adalah hari yang sangat penting. Mengapa? Karena sekali lagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunjukkan visinya yang kuat untuk pembangunan industri ini.
Berikut adalah sejumlah catatan yang kami catat dari pernyataan Presiden SBY saat membuka rapat kabinet paripurna, di Kantor Kepresidenan, Jakarta, hari ini. Rapat itu membahas kesiapan Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun 2011.
Pertama, Presiden mengungkapkan akan ada sekitar 600 event pertemuan internasional yang akan digelar di Indonesia dari tahun 2011 sampai 2013. Presiden juga menyinggung pengalaman Indonesia yang sudah demikian banyak dalam kesuksesan menggelar kegiatan pertemuan internasional.
Kedua, Presiden SBY menginginkan agar tuan rumah untuk ratusan event internasional itu jangan hanya dimonopoli oleh Jakarta dan Bali, tapi juga ke daerah-daerah lain. Menurut Presiden, hal itu agar masyarakat internasional juga mengenal daerah-daerah itu (sebagai destinasi konvensi-Red).
Ketiga, Presiden meminta agar pelaksaan ajang internasional itu hendaknya juga diikuti dengan kegiatan lain yang terkait (social programs-Red). Agar acara yang diselenggarakan membawa manfaat ekonomi bagi meningkatnya kegiatan ekonomi di daerah bersangkutan.
Keempat, perlunya keterlibatan rakyat dan pimpinan bangsa sejak awal, perencanaan dan implementasi kegiatan pertemuan internasional, antara lain perguruan tinggi, dunia usaha, kepemudaan, dan civil society.
Kelima, Presiden mengharapkan hasil dari berbagai ajang internasional yang berlangsung di Indonesia pada akhirnya menjadi acuan dunia dan turut menentukan sejarah. Di antarannya adalah deklarasi Dasa Sila Bandung (KTT Non-Blok), Bogor Goal (KTT APEC), Bali Roadmap (UNFCCC) dan piagam ASEAN Community (ASEAN Summit).
Keenam, demi kelancaran pelaksanaan, sebuah akan dibentuk sebuah komite pelaksana di tingkat pusat. Wapres Boediono ditunjuk untuk mempimpin komite yang mengkoordinasikan semua organisasi kepanitiaan dari berbagai ajang internasional bersangkutan.
Kalau dilihat dari pemaparan itu, sangat jelas dan gamblang menggambarkan (meskipun dengan bahasa yang berbeda) betapa kuatnya visi Presiden soal industri MICE Indonesia, sesuatu yang jarang ditemukan oleh presiden-presiden sebelumnya. Presiden, menurut hemat kami, sangat paham industri ini dan bagaimana industri ini bisa digerakkan untuk memberikan dampak multi sekaligus.
Seperti diketahui, industri MICE (termasuk di dalamnya adalah sport event) memiliki dampak besar terhadap sektor ekonomi, politik, sosial dan juga peningkatan citra negara-bangsa di mata dunia internasional. Bayangkan ribuan bahkan puluhan ribu peserta datang dalam sebuah konferensi, atau ratusan ribu atau jutaan orang dalam mega sport event sekelas FIFA Word Cup atau Olimpiade. Bayangkan bagaimana pengembangan itu berdampak kuat bagi perbaikan infrastruktur yang kemudian menjadi milik masyarakat untuk menikmatinya.
Bayangkan hanya dalam satu peristiwa pertemuan, sorotan media internasional terus-menerus ke negara itu, gratis melalui kehadiran wartawan media internasional, dan seterusnya. Bayangkan berapa devisa yang dihasilkan, berapa penerimaan pajak bagi negara, berapa banyak tenaga kerja yang terserap, dan berdenyutnya dunia usaha termasuk potensi sanggar-sanggar seni dan budaya yang bangkit lagi.
Dari sisi mikro, coba lihat bagaimana bangkitnya industri perhotelan, penerbangan, jasa travel, angkutan lokal, wisata belanja, bangkitnya para professional penyelenggaran MICE seperti PCO, PEO, EO; bangkitnya industri kreatif, dan lainnya.
Sementara dari sisi substansi pertemuan internasional itu, industri ini juga memberikan kontribusi terhadap bidang sosial seperti peningkatan pride (rasa bangga) terhadap Tanah Air, peningkatan penghargaan seni dan budaya, transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kemampuan bahasa dan multikultural, membuka inspirasi bagi munculnya gagasan baru, dan lainnya.
Jadi, ini adalah industri yang menawarkan banyak keuntungan, yang justru diperebutkan oleh banyak negara. Itu sebabnya, kami sangat mendukung pernyataan Presiden agar tampilnya daerah-daerah lain (di luar Jakarta dan Bali) sebagai pusat konvensi internasional yang handal. Bukan tidak mungkin kota-kota tujuan wisata konvensi Indonesia, seperti Bali, Jakarta, Batam, Manado, Medan, Bandung, Makassar, Palembang, Lombok, Yogyakarta, Padang, akan menjadi seperti Vienna, Brussel, New York atau Singapura, dalam arti popularitasnya di dunia sebagai kota tujuan konvensi teratas, tentu dengan situasi dan kultural yang berbeda.
Kemudian, penting untuk mencatat pernyataan Presiden soal keterlibatan dunia usaha, perguruan tinggi maupun civil society di sana. Dalam konteks dunia usaha, karena industri ini dimainkan dengan keterlibatan perusahaan penyelenggara, maka diharapkan terjadinya transparansi dalam proses penentuan bidding-nya, mendorong terciptanya kreatifitas MICE ala Indonesia yang sesuai dengan standar internasional, mendorong tumbuhnya perusahaan penyelenggara yang semakin merata di berbagai daerah, serta mendorong peningkatan kualitas penyelenggaraan.
Dari sisi perguruan tinggi, keterlibatan itu bukan hanya menempatkan sumber perguruan tinggi sebagai nara sumber, tapi juga sebagai venue maupun panitia aktif di dalamnya; termasuk dalam sisi civil society, pengembangan social programs yang masih berkaitan dengan suatu event MICE itu hingga keterlibatan aktif di dalam penyelenggaraan event dan penyampaian aspirasi demi tercapainya tujuan event internasional itu secara paripurna. Sebab ada kalanya sebuah penyelenggaraan event internasional hanya monopoli monolog bukan dialog, hal ini akan menjadi sumbatan besar dari sisi manfaat penyelenggaraan event itu.
Dari sejumlah catatan lain yang perlu kita sorori adalah keinginan Presiden untuk membentuk komite pelaksana di tingkat pusat untuk mengoorinir semua organisasi kepanitiaan event internasional itu. Itu langkah sangat positif untuk tidak menyebabkan tidak terkoordinasinya berbagai event internasional itu seperti yang terjadi selama ini. Sudah tiba waktunya industri ini digerakkan dengan bersama-sama, terkoordinir atau tidak berjalan sendiri-sendiri.
Seperti telah sering kami sampaikan, kelemahan industri ini adalah koordinasi. Kita harus punya tim khusus (dipimpin langsung Presiden atau Wapres) sebagai tim bidding yakni untuk membawa atau memenangkan event internasional ke Indonesia, termasuk mendorong lahirnya event-event inisiatif kita sendiri dan memastikan Indonesia sebagai tuan rumahnya. Kita perlu memikirkan sebuah upaya incentive untuk mendorong semua asosiasi atau perusahaan mengadakan event pertemuannya di Indonesia. Kita perlu sebuah mekanisme yang memungkinkan semua aturan tersusun dengan baik dan terlaksana dengan benar. Dan kita perlu memikirkan sebuah standar pelayanan event internasional ala Indonesia sehingga memiliki karakternya tersendiri di dunia internasional.
Dengan demikian, semua event internasional yang akan dilaksanakan itu berada dalam satu tim terpusat yang mengandalikan perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasannya, meski tidak harus menariknya menjadi “kewenangan” sebuah institusi tersendiri. Kita sangat berharap tim pusat itu nanti adalah tim aktif, yang bergerak hari ke hari, menangkap dan membuka peluang bagi menjadi tuan rumah event internasional, memberikan asistensi dan dukungan bagi penyelenggaraannya, dan menjamin semua berlangsung dengan baik. Mengapa hal ini penting? Karena kalau pelaksanaan event internasional di Indonesia berlangsung buruk, maka hal itu akan menjadi kampanye yang negative bagi peserta atau negara-negara lain, yang sangat mungkin akan enggan datang ke Indonesia pada event berikutnya.
Adalah sangat bagus jika hal itu dimulai dari pembenahan kelembagaan. Mulailah mendorong eksistensi Biro Konvensi (MICE) Nasional, dan menghidupkan kembali biro konvensi (MICE) yang sudah ada di daerah-daerah. Selanjutnya, ikutkan mereka dalam tim pusat maupun daerah bersama-sama dengan asosiasi maupun pejabat lintas-sektor.
Hal lain, Indonesia harus berjuang untuk menempatkan tokoh-tokohnya untuk duduk di dewan eksekutif atau sejenisnya pada lembaga-lembaga internasional, dan menjadi anggota aktif di berbagai organisasi internasional yang dinilai potensial sesuai dengan arah politik luar negeri kita.
Tidak seperti industri lain, industri ini memang industri yang paling siap digerakkan saat ini dan kapan pun. sumber